PROYEK AMBISIUS : RANPERDA PERLINDUNGAN ANAK BALI

Aliansi Masyarakat Peduli Anak yang dimotori LBH Bali dan didukung berbagai organisasi pemerhati anak telah melakukan hearing 11 Februari 2014 di gedung DPRD Provinsi Bali bertemu dengan Pansus perancang perda perlindungan anak komisi IV DPRD Provinsi Bali, SKPD dan tim ahli perumus naskah akademik ranperda.

MENGECEWAKAN

Berdasarkan keterangan ketua pansus, Bapak Patra dinyatakan bahwa ranperda perlindungan anak akan terus disempurnakan dan hendak disahkan hingga 31 agustus 2014 dan mesti goal bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan pansus sebagai anggota DPRD Prov. Bali.

Beberapa anggota pansus bahkan jujur mengetahui bahwa mereka sendiri tidak tahu dan belum menerima naskah akademik yang dibuat tim ahli yang mengaku dari dari pusat penelitian dan perancangan peraturan daerah dari fakultas hukum. Legalitas naskah akademik ini patut dicurigai jangan-jangan ada indikasi naskah ini “abal-abal” karena tidak mencantumkan nama para ahli hukum dari fakultas hukum ataukah ada indikasi ini proyek pribadi dosen dari fakultas hukum yang membawa-bawa nama institusi terhormat fakultas hukum Universitas Udayana yang kecil kemungkinan  mencetak naskah akademik ‘amatiran’ seperti yang diserahkan sekretaris pansus komisi IV kepada LBH Bali.

Ketua pansus, Pak Parta bahkan mengaku tidak tahu nama tim ahli perumus naskah akademik yang konon hanya berjumlah empat orang . Hal ini secara jujur disampaikan pada hearing di Ruang Rapat DPRD Prov. Bali dan juga pada saat dialog interaktif di Bali TV 12 Februari bersama dengan LBH Bali.

Naskah akademik yang menjadi dasar utama penyusunan ranperda tampaknya benar-benar dianggap berkas sepele, padahal kunci pemenangan anggota parlemen bukanlah terletak pada keberhasilan mensahkan ranperda menjadi perda. Melainkan kemenangan parlemen akan nyata jika perda bisa digunakan sebagai perlindungan dan dapat digunakan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD, pemerintah terkait). Sepanjang naskah akademik itu tidak diperbaiki maka ranperda yang “asal-asalan” sebaiknya di tolak saja.

Sayangnya sikap ketua pansus sungguh mengecewakan ketika dalam dialog interaktif ranperda yang tidak jelas kajian ini justru hendak dijadikan “ranperda payung” dan begitu ambisius akan diberlakukan untuk memaksa bupati dan walikota membuat ranperda serupa.  Tentu tidak masuk akal bersikap otoriter semacam ini. Ketua Pansus sendiri tidak yakin  jika bupati dan walikota se-bali memiliki orientasi yang sama dengan gubernur. Dan belum tentu pula eksekutif mau bertindak untuk perda yang tidak jelas kajiannya.  Ngapain juga bupati dan walikota di paksa mengikuti ‘peraturan daerah’ aneh dan tidak akademis seperti itu? jangan salahkan jika mereka pun membangkang pada gubernur dengan aturan yang kurang jelas orientasinya untuk masyarakat.

BINGUNG

Patra mengakui bahwa perdebatan tentang konsep anak diantara mereka masih belum jelas karena setelah mendengar hearing dari masyarakat, ternyata konsep anak diakui sangat luas. Argumentasi dalam naskah akademik juga diakui tidak kuat dijadikan bahan argumentasi karena pansus sendiri belum paham “anak” seperti apa yang akan ditangani dalam ranperda perlindungan anak itu. Dan belum jelas, orientasi perlindungan anak yang dimaksud apakah berperspektif preventif, protektif, kuratif dan lain-lain.

Perdebatan konsep, strategi, penanganan dan sebagainya seharusnya tidak terjadi pada wilayah wacana ranperda, melainkan pada wilayah naskah akademik. Wajar saja pansus bingung, konsep anak berdasarkan berbagai Undang-undang beragam, kebutuhan anak yang ditangani juga beragam, kebutuhan berbeda, jadi jika tim ahlinya sendiri tidak paham konsep anak, kurang kajian sosiologis empirik kebutuhan anak, tidak ke lapangan, tidak pernah bergaul dengan organisasi yang terlibat dalam penanganan anak, hanya menjadi kutu buku yang tidak update informasi, keterangan-keterangan yang diberikan pada naskah akademik sungguh membingungkan siapapun yang membacanya.

PERLU DIKONTROL

Sah-sah saja anggota parlemen mencetak sejumlah produk hukum yang mereka buat dan sahkan sendiri. Sepanjang tidak sekedar menjadi prasasti berdebu, itu adalah hak anggota parlemen yang terhormat. Beruntung pada ranperda perlindungan anak ini, aktivis perempuan dan anak  yang sudah bergerak nyaris 20 tahun berkesempatan membaca naskah akademik ‘abal-abal’ ini sehingga sebagai warga negara, aliansi masyarakat peduli anak bisa mengambil sikap untuk memantau proses pembentukan peraturan yang akan mengatur hidup-mati warga negara di Pulau Bali. bayangkan, berapa banyak produk perda yang berhasil dicetak di atas kertas namun tak berhasil digunakan untuk melindungi warga negaranya?  Kontrol masyarakat diperlukan dalam mengawasi kinerja “Anggota Dewan”. Di tangan orang yang salah, jangan kita serahkan nasib hidup kita!

Saran-saran:

1. Pansus perlu menyelidiki kebenaran adanya tim perancangan ranperda yang mengatasnamakan Universitas Udayana, apakah ini benar ada tim yang resmi ataukah proyek pribadi? Sebab ini menyangkut keabsahan penelitian tentang perlindungan anak. Hal ini menjadi penting karena adanya keraguan terhadap kualitas naskah akademik yang jauh dari mutu akademis sehingga layak untuk dipercaya datanya sebagai dasar penyusunan Ranperda tentang perlindungan anak.

2. Menunda dan memperbaiki

Aliansi masyarakat peduli anak sesungguhnya menyambut baik semangat perlindungan anak ini. Juga, rencana pansus komisi IV DPRD Bali untuk mengundang aliansi untuk workshop , tentunya tidak untuk membahas ranperda melainkan untuk memperbaiki kajian akademisnya. Sebab ranperda yang dibuat, masih bersifat normatif dan men-generalisasi anak dan kebutuhannya.  Naskah akademik adalah kunci keberhasilan bekerjanya peraturan daerah di masa depan. Peraturan yang baik tidak saja mengakomodasi kebutuhan warga dengan tepat, melibatkan partisipasi warga dalam pengambilan keputusan, juga mempertimbangan APBD yang berasal dari dana masyarkat daerah Bali, Duit Rakyat!  jadi segalanya juga diperhitungkan sebagai langkah preventif dan kontrol masyarakat.

About Dr. Ida Ayu Made Gayatri,S.Sn., M.Si

Dosen Universitas Ngurah Rai Mitra Bakti DPD Pertuni Bali 2012- sekarang
This entry was posted in anak berkebutuhan khusus, BALI, KESEHATAN, LSM, pendididkan, penelantaran, peradaban, politik, Uncategorized, wanita dan anak-anak and tagged . Bookmark the permalink.

Leave a comment